Theater Of December, Panggung Orasi Mahasiswa dan Elemen Masyarakat Se-Kota Palu

Foto by: Widya Pratiwi, SL/ "suasana kerumun mahasiswa yang memadati kampus Unazlam dalam kegiatan Mimbar Demokrasi"
SilolangiNews-Palu.Sejak lama keadilan yang sering kali tumpang tindih dan sentralisasi kekuasaan di sekelompok orang telah mewarnai dinamika politik di Indonesia. Tak hanya itu, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) juga merupakan masalah serius. Hal-hal itu kemudian mendorong adanya gerakan di tengah masyarakat untuk menyuarakan keadilan dan menuntut diusut tuntasnya pelanggaran-pelanggaran HAM serta tak ada lagi kasus-kasus lainnya. Elemen mahasiswa, kemudian mengambil peran besar dalam upaya-upaya tersebut. Tak lupa juga, kelompok mahasiswa yang berada di kota Palu.



Dengan mengadakan mimbar demokrasi bertajuk Theater of December, mahasiswa kota Palu berkumpul menyuarakan isu yang sedang trend saat ini, yaitu dinasti politik dan pelanggaran HAM. Selain mahasiswa, turut pula hadir langsung ketua Yayasan Pendidikan Panca Bhakti Ir. Rendy Aziz Lamadjido, Dosen Universitas Tadulako Arianto Sangadji, dan Ketua Komnas HAM Perwakilan Sulawesi Tengah Dedi Askary. Ketiganya bersama mahasiswa tampil berorasi di halaman Universitas Aziz Lamadjido (Unzlam), tempat pelaksaan kegiatan ini, jum'at (1/12/2023).



Dalam orasinya, Ir. Rendy Aziz Lamadjido menyampaikan tentang keberanian mahasiswa masa sekarang, yang membuatnya yakin dan menjamin bahwa mahasiswa sekarang tidak takut terhadap intimidasi dan terus memperjuangkan reformasi. 



"Dulu kami anak-anakku, kami mahasiswa dulu tidak seberani anak-anakku sekalian. Saya yakinkan anak-anakku tidak takut dengan bunyi senjata, saya jamin apapun bentuk intimidasi kepada anak-anakku, maju terus perjuangkan reformasi!" Ucapnya  dalam orasi. 



Sorakan dan tepuk tangan mahasiswa menggema di tengah-tengah gedung kampus saat itu. Ia juga mengakhiri orasinya dengan kalimat-kalimat penekanan yang memiliki maksud untuk mempertahankan demokrasi, penjagaan terhadap negeri, dan menolak adanya era politik yang bertentangan dengan cita-cita reformasi. 



"Pertahankan demokrasi, ini negeri kalian, ini tanah kalian, dan dititipkan kepada kalian. Jangan buat orde Baru, jangan buat politik dinasti!" Ujarnya penuh penekanan. 



Adapun Arianto Sangadji yang merupakan salah satu aktivis Sulawesi Tengah, juga ikut menyampaikan isi kepalanya di mimbar demokrasi pada hari itu. Ia membuka orasi dengan mengucapkan kalimat “Kepo Boleh, Nepo Jangan”, yang dalam Mimbar demokrasi ini menjadi slogan untuk penolakan terhadap Dinasti Politik. Seperti kembali ke tahun 1998,  menurutnya kondisi mahasiswa sekarang adalah kilas balik pada tahun itu. Dimana mahasiswa dari berbagai kampus  dan kalangan masyarakat bersama-sama menolak  rezim pada masa itu. Demikian juga, Ia menanggapi nepotisme yang kembali terjadi pada masa sekarang ini. 



"Nepo, jangan! Kita tahu persis bahwa apa yang terjadi saat ini, dimulai dengan peristiwa politik. Jangan munculkan kembali apa yang kita sebut nepotisme. Anak-anak muda ya, anak-anak muda seperti anda harus bisa merebut kekuatan politik. Tapi cara kita merebut kekuatan politik tidak boleh menggunakan apa yang kita sebut nepotisme. Seperti apa yang terjadi di beberapa waktu yang lalu, MK di pakai menjustifikasi anak muda yang menduduki kekuasaan dengan posisi yang tidak benar. Ini yang harus kita lawan! Nepotisme di tahun 1998 menjadi salah satu semangat spirit perjuangan mahasiswa-mahasiswa pada saat itu, bersama-sama dengan rakyat menjajah apa yang kita sebut dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tetapi 25 tahun kemudian,  kita lihat situasi yang terulang kembali,  demokrasi kita sedang dibawah ancaman" Ujar Arianto dalam Orasinya.

Foto by: Widya Pratiwi, SL/ "orasi Arianto Sangadji"



Menanggapi sisi positif diadakannya mimbar demokrasi ini, Arianto sangaji juga me-notice banyaknya perempuan-perempuan yang hadir ikut dalam aksi pada hari itu. 



"Hal yang paling positif hari ini adalah, begitu banyak perempuan-perempuan yang terlibat dalam hak mempertahankan reformasi" Lanjutnya. 



Tidak heran, jika kalimat "hidup perempuan yang masih melawan" turut menggema di Mimbar Demokrasi ini. Sebab tidak hanya menyoal isu dinasti politik, nepotisme, dan neo orde baru, hak asasi perempuan juga disuarakan. Salah satu perwakilan mahasiswa perempuan dari kampus Poltekkes Kemenkes Palu, yaitu Veren berorasi menyuarakan hak perempuan. Ia menegaskan kepada seluruh perempuan dalam penyampaiannya agar jangan sampai terintimidasi oleh laki-laki, harus jadi perempuan yang berani melawan agar tidak ada marginalisasi lagi terhadap perempuan. 



"Kita sebagai perempuan jangan mau diintimidasi oleh laki-laki, kita sebagai perempuan harus berani untuk melawan. Tidak ada laki-laki yang memiliki tahta tertinggi, tidak ada laki-laki yang mendapat pengakuan di  Indonesia. Sebagai perempuan kita harus melawan apapun resikonya!"



Mengharapkan adanya kegiatan seperti ini lagi, Adriat salah satu peserta yang hadir dalam Mimbar Demokrasi sangat mengharapkan bahwa adanya kegiatan mimbar-mimbar bebas yang seperti ini lagi, yang menghadirkan seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama melakukan aksi. 



"Tentu saja, harapan saya terkhusus untuk kegiatan mimbar bebas kali ini. Saya harapkan untuk beberapa waktu kedepan akan ada lagi hal yg seperti ini. Kalau kita berbicara soal aksi atau demo kalau dalam waktu dekat-dekat ini belum bisa. Tapi kalau mimbar-mimbar seperti ini yang menghadirkan semua elemen masyarakat,  itu bisa saya harapkan akan terealisasi kembali. Tentunya dalam tempo secepat-cepatnya" ucap mahasiswa Universitas Tadulako itu.



Kegiatan menargetkan 5000 mahasiswa dan masyarakat Sulawesi Tengah, namun kenyataannya jumlah yang hadir jauh dari target itu. Muhammad Idham selaku ketua pelaksana menyampaikan kekecewaan dalam orasinya terhadap mahasiswa yang belum bisa ikut andil dalam aksi tersebut. Ia mengatakan bahwa mereka adalah seorang pecundang, sedangkan yang hadir di hari itu adalah seorang pejuang. 



"Target kita itu adalah 5000 masa yang kita harapkan disini,  tapi dengan banyaknya mahasiswa yang katanya puluhan bahkan jutaan, teman-teman yang hadir adalah pejuang dan pejuang dan mereka yang tidak peduli untuk datang adalah pecundang dan jadi sampah yang tidak berguna" Ucapnya



Kegiatan yang dimulai pada pukul  14:30 dan berakhir pada pukul 17:50 sore itu, menghadirkan massa dari berbagai kalangan. Para mahasiswa dan masyarakat, hadir dengan dress code yang sudah ditentukan, juga diberikan topeng dan stiker bertuliskan “Tolak Dinasti Politik dan Neo Orde Baru. Tidak hanya hadir untuk ikut dalam aksi, namun juga menyaksikan penampilan-penampilan para seniman, budayawan, dan para tokoh inspiratif yang ikut meramaikan Mimbar Demokrasi. Tulisan-tulisan perlawanan di spanduk yang dipajang di lantai 2 Unazlam pun menghiasi dekorasi tempat pelaksanaan kegiatan. 



Tim SilolangiNews juga mewawancarai salah satu masyarakat yang hadir pada hari itu, untuk dimintai tanggapannya mengenai mimbar demokrasi. Ibu Farida, yang kami temui dihalaman kampus menuturkan kegiatan mimbar demokrasi ini adalah kegiatan yang bagus, yang bisa memberi motivasi kepada mahasiswa, sekaligus bisa melanjutkan perjuangan mahasiswa di tahun 98



Saya rasa ini bagus, maksudnya adalah manfaatnya, dan memberi motivasi kepada mahasiswa. Agar mahasiswa bisa melanjutkan perjuangan mahasiswa di tahun 98, agar tidak ada kata-kata politik dinasti, karena itu tidak sesuai demokrasi” ujar Farida.



Adapun tujuan dari kegiatan ini sendiri adalah agar mahasiswa mulai bisa mengupgrade pola pikir dan arah gerakan mereka. Karena gerakan yang dimulai pada mimbar demokrasi di hari itu bukan sebatas gerakan parlemen jalanan. Selain itu, ada pernyataan sikap yang dilakukan oleh mahasiswa yang hadir. Sebelum kegiatan berakhir, mahasiswa yang menjadi perwakilan dari seluruh kampus di Kota Palu diminta naik kepanggung. Rizaldi dari STIE Panca Bhakti memimpin mahasiswa untuk melakukan pernyataan sikap. Adapun pernyataan sikap tersebut adalah tuntutan terhadap penyelesaian pelanggaran HAM di Indonesia yang tidak pernah di usut tuntas, juga penolakan nepotisme dan politik dinasti yang tidak memihak kepada kepentingan masyarakat. 



Untuk kita hari ini, menyatakan sikap menolak poin pertama. Tuntaskan seluruh pelanggaran HAM yang ada di Indonesia hari ini, sudah bertahun-tahun beratus tahun kita di jajah, namun sampai hari ini tidak ada penyelesaian atas permasalahan itu. Poin ke dua adalah jaga demokrasi Indonesia dari segala nepotisme. Yang ke tiga adalah kita tolak politik identitas dan politik dinasti, yang dimana itu hanya untuk kepentingan keluarganya saja tapi bukan untuk kepentingan ke masyarakat Indonesia” Tuturnya mewakili seluruh mahasiswa. 



Penulis: Sulfia, SL, Tika, SL, dan Mohammad Dzikrullah, SL

Editor: Andi Ikbal, SL 

Theater Of December, Panggung Orasi Mahasiswa dan Elemen Masyarakat Se-Kota Palu Theater Of December, Panggung Orasi Mahasiswa dan Elemen Masyarakat Se-Kota Palu Reviewed by Silo Langi on 12/03/2023 09:21:00 PM Rating: 5

No comments: