Cari Aku …..





Cari Aku …..
Kupandanginya wajahnya lekat-lekat, wajah yang penuh wibawa cahaya itu kini bagaikan purnama tanpa pantulan sinar matahari. Tak tersasa air mataku mengalir sembari kugenggam erat tangannya yang dingin. Terkenang masa-masa kami yang dulu mengarungi bahtera perjalanan yang penuh duri dan batu. Bersama-sama kami saling menasehati dan mengingati setiap kesalahan dan kesedihan yang kami alami.
 ***Kembali kupandangi wajahnya, kulihat bibirnya yang selalu mengeluarkan nasehat padaku menyungging senyum. Ku bertanya, apak ah ia mengingat masa-masa itu bersamaku? Bermimpikah ia? Apa yang dia lihat di alam bawah sadarnya sana? Bulu matanya yang lentik bergerak-gerak, seakan–akan melihat sesuatu yang sangat indah. Perlahan kelopaknya matanya terbuka dan tampaknya mencari sosok orang disekitarnya. Ya, hanya ada aku dan dia dalam ruangan putih itu, sembari menggenggam tangannya, kusapa dia agar mengetahui keberadaanku.
“ assalamu’alaikum, Yun. Ini aku, Dina,” gemetar aku menahan air mata “wa’alaikumsalam warahmatullah. Bagaimana kabarnya, Din?” tergambar keceriaan dalam suaranya yang lemah. Masyaa Allah, aku terenyuh, masih sempatnya dia menanyakan kabarku dalam keadaannya yang sakit seperti itu. Tak terasa air mata ku pun meleleh.
“alhamdulillah, Yun, aku sangat baik, hikss….” Suaraku parau karena tangis ini “alhamdulillah, tapi kok kamu kayaknya nangis? Kamu ada masalah? Cerita aja sama aku, jangan main sembunyi-sembunyi dari aku…” dia tak memahami kesedihannku itu. Padahal aku sangat prihatin dengan kondisinya, aku rindu nasehatnya yang sangat menusuk qalbu itu. Semakin remuk hatiku, air mataku semakin mengalir dengan deras. Aku merintih dalam hati. Ya Allah, betapa sahabatku ini mencintaiku, dalam keadaannya yang sekarat ini dia masih memperdulikan kondisiku dibanding kondisinya sendiri. Apa ia tidak sadar bahwa dia sekarang berada di Rumah Sakit? Apa ia tidak tahu kalau ia telah koma selama 3 hari lalu? Ataukah dia benar-benar hanya ingin melihatku tersenyum? Tak ingin dia aku berada dalam maslaah dan kesulitan. Kuusap air mataku dan ku coba untuk tetap terlihat tegar didepannya, dengan tersenyum aku menjawab pertanyaannya. “ah, nggak kok, Yun. Alhamdulillah, semuanya baik-baik saja. Kamu sendiri, apa sudah merasa baikan?” “alhamdulillah, aku merasa jauh lebih baik saat mengetahui sahabatku ada disampingku saat ini…” senyumnya begiu dipaksakan karena harus menahan perih yang dalam diperutnya “iyalah, aku kangen banget sama kamu, Yun… tahu nggak, sejak kamu sakit, aku bagaikan kehilangan penaku, jadi aku tidak tahu harus bagaimana caranya menorehkan semua kisahku dalam diaryku itu…. Hehhehehe…..” sembari aku memeluknya, dia pun tersenyum lebar mendengar leluconku yang agak berlebihan itu. “ oh iya, teman-teman satu liqo’ juga sering nanyain kabar kamu dan mereka titip salam sekaligus minta maaf karena hari ini mereka belum bisa datang lagi…” “wa’alaikumsalam. Alhamdulillah, mereka ternyata sering datang menjemputku. Harusnya aku yang minta maaf kepada mereka, termasuk kamu, Yun, karena telah membuat kalian khawatir… “ dia tampak sedih atas hal itu. “hush… jangan menyalahkan diri sendiri, ingat, semua ini sudah ditakdirkan oleh Allah dan inilah yang terbaik untuk kita… “ aku mencoba menenangkannya dengan kembali mengingatkan nasehat yang dulu juga pernah dia ungkapkan sama aku “syukran, Yun, atas nasehatnya… aku cuma mau bilang, tolong sampaikan pada mereka agar mendo’akan aku semoga jalanku dipermudah” aku agak penasaran dengan pesannya itu… “Yun,…” dia mencoba membuatku fokus dengan apa yang akan dia katakan, akupun bersiap mendengarkannya dengan memperbaiki posisi dudukku. “ aku sudah sangat ingin bertemu dengan kekasihku, aku sangat merindukannya,… tadi aku sempat bermimpi, entahlah itu,.. aku berlayar disebuah sungai yang wanginya sangat semerbak, disekelilingnya dipenuhi tanaman bunga yang penuh warna dan berkilauan bak permata. Seorang bidadari menuntunku menuju sebuah kemah yang megah berwarna putih berkilau. Dia membawaku masuk yang didalamnya banyak bidadari-bidadari lainnya, mereka menyapaku dengan ramah seakan telah lama mengenalku dan menjamuku dengan pelayanan yang penuh. Kami sempat bercengkerama, mereka lebih banyak mengutip ayat-ayat dari kalam Ilahi yang menjadi tema pembicaraan kami, yang semakin membuatku ingin tetap tinggal disanan. Hingga datanglah seorang bidadari yang mengajakku untuk kembali pulang, katanya aku harus pamit dulu dengan semua orang-orang terdekatku, dan memang sebelumnya aku tidak pamit dengan siapapun. Mereka mengantarku pulang, mereka berjanji akan menungguku disana dan akan mempertemukan aku dengan Dzat yang selalu kita sebut asma-Nya, aku sangat bahagia mendengarnya. Aku ingin secepatnya pamit dan kembali kepada mereka, aku ingin bertemu dengan kekasihku, Yun,… aku ingin bertemu Allah….. bantu aku, Yun, bantu aku….” Dia menggenggam erat tanganku, seolah dia benar-benar telah menumpukan harapan itu padaku. Aku memahami dan mengerti apa makna dari mimpi tersebut, aku semakin yakin bahwa dia akan meninggalkan… aku, hatiku perih, tergores….. hati ini begitu sakit mendengarnya, air mataku pun kembalai menetes, menetes lebih deras. Pantaskah aku menangisi kebahagiaan yang hendak dicapai sahabatku? Beberapa menit kucoba tenangkan keguncangan itu, kubuang jauh-jauh pikiran negatif tentang sahabatku itu. “iya, Din, insya Allah, selagi aku mampu, aku akan membantumu….” Jawabku dengan terpaksa, “ oh, iya, kamu mau makan ? aku ambilkan makanan, ya…” kucoba mengalihkan pembicaraan kami agar pikiran kami juga teralihkan. “sekali lagi syukran, Yun, tolong juga hubungi keluargaku, aku ingin bertemu mereka…” pintanya dengan bahagia. Keyakinan itu semakin mendalam, bahwa inilah perpisahanku dengan sahabatku itu, Dian. Oh… ya Rabb…, hamba tahu Kau lebih mengetahui yang terbaik untuk hamba-Mu. Jika Kau memanggil sahabatku duluan berarti Engkau lebih mencintainya. Tapi rasanya aku belum sanggup untuk berpisah dengannya, melepaskannya…, Ya Rahim, dialah yang telah mengajakku untuk lebih mengenal-Mu, dialah yang selalu sabar menasehatiku di rantauan ini, dialah yang senantiasa memelukku dan menarikku dari kesedihan dan kenistaan. Ya Rabb…, kuatkan aku… berilah ia tempat yang terbaik disisi-Mu kelak. Tiada hentinya aku berdo’a didalam hatiku, sembari beranjak memenuhi permintaannya. *** Sejak 3 hari lalu aku mengunjunginya, aku tidak pernah berhenti menangis dalam kamarku mengenang semua kebersamaan kami. Pertemuan kami diawal masuk perguruan tinggi hingga hampir menyelesaikan masa studi kami, kembali terngiang dan berputar dibenakku. Hingga aku teringat kembali, mimpi yang ia ceritakan padaku di siang itu. Aku tersentak, jangan-jangan…. bagaimana sudah dengan keadannya? Kemarin kutelpon ibunya, katanya dia masih sadar. Kenapa aku tiba-tiba berpikiran seperti itu…. Astaghfirullah…. Kugapai handphone ku, ku coba mengontak nomor ibunya lagi. Tutttt……tuttuuttttt…… tidak ada jawaban Ada apa ini? Berkali-kali kuhubungi namun tidak dijawab…. Aku harus segara ke rumah sakit. Pikirku. Dengan tergesa-gesa aku berangkat kesana dengan berbagai pikiran yang berkecamuk diotakku. Sambil terus berdo’a memohon kepada Allah…. Dan alhamdulillah akhirnya aku sampai didepan kamar rawatnya, disana berdiri seorang perempuan yang aku kenal, dia ibunya Dina, tampaknya dia memang sedang menungguku. Aku menghampirinya… “assalamu’alaikum, tante, …” “Wa ‘alaikumsalam, nak Yuni?” aku mengangguk, “kamu dari tadi di tanyai sama Dina, katanya dia mau bicara dengan kamu? “ ibunya tampak sangat cemas Aku langsung kedalam, kulihat tubuh Dina yang semakin kecil, wajahnya yang semakin pucat tak mengalirkan darah. Bibir yang mungil dan tak berwarna itu tersenyum meyambutku, tiba-tiba air mataku langsung mengalir hingga aku terisak… aku mendekatinya, aku menggenggam erat tangannya yang dingin… “jangan bersedih, Yun… kamu harus bahagia karena telah membantu aku menyelesaikan tugas ini. Aku berterima kasih atas segala hal yang telah kita lalui bersama, meniti jalan Ilahi, jejak para Sholihin telah kita tapaki bersama… aku pinta padamu Yun, teruskan perjuangan kita, janganlah kamu menyerah melawan para penggoda dan penghias dunia ini. Alhamdulillah,Yun, akan kembali mengahdapnya. Entahlah, apakah nanti aku akan mendapat ridho atau malah azab? Yun, satu pintaku, jika nanti kamu di surga tidak melihatku, tolong cari aku… pintalah pada-Nya, … panggillah aku sebagai temanmu yang selalu bersamamu menuntut ilmu agama dan bersamamu mencari ridho-Nya…. Do’akan aku, Yun, agar mampu melalui ujian pertama di kubur nanti…” suaranya yang parau sangat lemah, namun mampu aku dengar semuanya dengan jelas, aku mengangguk dan membalas permintaannya, “Insya Allah, dan jika nanti kamu di surga tidak menemukanku, tolong cari aku di neraka, pinta pada-Nya, bahwa kita sebagai orang-orang yang senantiasa bersama karena-Nya….” Bisikku ditelinganya dengan pelan “Insya Allah,… Yun, tolong panggilkan ayahku untuk mentalqinkan kalimah itu…” aku segera memenuhi permintaannya, tiada hentinya aku menangis…. Secara nyata didepan mataku dia mengikuti ucapan kalimah itu dengan bibir yang gemetar…. “asy hadu an laa ilaa ha illallah… wa asy hadu anna muhammadarrasulullah….” *** Teringat pertama kali dia mengajakku untuk menuntut ilmu syar’i. “Yun, kamu mau dapat hadiah nggak ?” “mau…mau..mau…,hadiah apa???” tanyaku penasaran dan sangat girang. “serius nih…..,? tapi kita harus sama-sama berjuang untuk mendapatkannya !” syaratnya “kalau begitu apa yang harus dilakukan ?”… tanyanya lagi “begini, hari minggu nanti ada kajian. Didalamnya nanti kita dapat ilmu syar’I, sehingga kita dapat memperdalam ilmu agama kita !” jelasnya “yah… hari minggu kan waktunya refreshing . tapi apa hubungannya dengan dapat hadiah ??” bantahnya “ok,… aku tanya ulang nih, hadiah yang mana kau suka ?” timbangnya “uhmmmmm….. yang indah dan pokoknya mengejukkan buat aku !” “Ok, hadiah yang kita dapat dari sana sesuai dengan sebuah hadits “barang siapa yang menuntut ilmu, maka akan dimudahkan jalannya menuju surga”. Yah hadiahnya adalah jalan kita di permudakan untuk sampai kesurga.. hadiah apalagi yang kamu butuhkan selain surga ini ? di dalamnya nanti kita akan mendapatkan semua yang kita inginkan, keindahan surga itu tidak dapat di puisikan dengan kata-kata, tidak dapat digambarkan dengan polesan warna, tidak perna terbayangkan indahnya dalam pikiran kita selama didunia ini”panjang lebar Aku mulai berpikir, “ dia mulai ceramah nih, hu…” aku yang tidak terlalu suka dengan hal-hal seperti itu serasa mulai terhipnotis. Aku sadar, dengan agak terpaksa menerima ajakannya. “ok lah, tapi kamu harus jemput saya….!” Tukasku “insyaallah pasti, mulainya itu jam 7, jadi kamu harus sudah siap jam setengah 7, ya…” dia terlihat ceria “tuh, kan, Dina… saya kan bangun nanti jam 7 itu….. haiiii… malas banget rasanya. Kamu juga tahu sendiri kalau hari minggu malam panjang, kebiasaanku pasti bangunnya paling cepat jam 7….. huh…” aku banyak mengkomplen jadwal itu “Yuni, sebagai seorang muslim yang baik, kita harusnya bangun diawal pagi untuk menunaikan shalat subuh, sebagai kewajiban kita juga sekaligus sebagai rasa syukur kepada Allah SWT akan kesempatan kita dapat memulai hari itu…” dengan penuh kesabaran dia menjelaskannya dengan panjang lebar. “iya, deh,…. Belum juga waktu kajiannya, sudah dapat ceramahnya….” Ketusku “ alhamdulillah… nanti aku bantu bangunin, yah….” Dia benar-benar girang dengan jawabanku Dan pada hari yang ditentukan dia benar-benar membangunkanku lewat misscallannya dan dia juga menjemputku. Aku sangat bersyukur karena pada saat itu aku mau mengikutinya, hingga aku semakin rajin mengikuti setiap kajian yang kamu ketahui dan aku pun menjadi seperti karena dia.
 *** Dia mnenghembuskan napasnya terakhirnya. Inna lillahi wa inna ilahi raji’un… Hingga matanya tertutup, bibirnya bungkam dengan meninggalkan sebuah senyum yang sangat aku kenal, senyum yang sama saat pertama kali kami bertemu. Ya Allah, kini sahabatku, murabbiyahku dan penasehatku telah kembali pada-Mu, berikan dia yang terbaik disisi-Mu. Tempatkan ia diantara para sholihin dan muttaqin…. Amin…..
(Jirana, A35115099. SL)

Cari Aku ….. Cari Aku ….. Reviewed by Silo Langi on 3/17/2017 04:09:00 PM Rating: 5

No comments: