![]() |
Foto by: Sulfia,SL/ "Paslon Presiden dan Wakil Presiden Mahasiswa 2025" |
SiloLangiNews-Palu. Silolangi telah merangkum sesi pembukaan debat yang berlangsung pada 1 Mei 2025 di Aula Pascasarjana Untad di postingan sebelumnya. Tiga pasangan calon yaitu Asrar & Gunawan, Moh. Jen & Yayan, serta Atharik & Hadris telah memaparkan visi dan misi mereka. Masing-masing menyoroti isu-isu penting seperti tumpulnya arah gerak mahasiswa, kurangnya wadah aspirasi, dan perlunya regulasi ulang permasalahan kelembagaan. Debat kandidat BEM Untad 2025 berlanjut ke sesi yang paling ditunggu: tanya jawab panelis. Dalam suasana yang semakin dinamis, ketiga pasangan calon diuji kemampuan berpikir kritis, sistematik, dan argumentatif mereka melalui sederet pertanyaan tajam dari para akademisi.
Sesi tanya jawab dimulai dengan lontaran pertanyaan dari Prof. Dr. Ir. Abdul Rasyid, M.Si yang menguji kepekaan dan logika argumentatif para kandidat terhadap isu buruh.
“Ketika melakukan pergerakan yang perlu dilakukan harus kritis, sistematik, konstruktif, dan argumentatif. Di Sulawesi Tengah ini, masalah apa sih yang dihadapi oleh buruh kita? Saya ingin dijawab secara sistematik, konstruktif, dan argumentatif,” tanyanya tegas.
Menanggapi hal tersebut, ketua dari pasangan calon nomor urut satu membuka dengan nada penuh semangat dan kepedulian terhadap kelompok buruh. Ia menekankan bahwa mahasiswa semestinya tidak hanya menjadi penonton, tetapi turut hadir sebagai motor penggerak perjuangan buruh.
“Mengenai problematika yang terjadi hari ini yang dirasakan oleh buruh, memang sudah seharusnya kita sebagai mahasiswa menjadi wadah, menjadi motor penggerak untuk bagaimana bisa membersamai teman-teman yang hari ini menjadi buruh,” ujarnya
Ia menyebutkan bahwa para buruh masih jauh dari kata sejahtera, padahal kesejahteraan adalah tanggung jawab yang seharusnya dipenuhi oleh perusahaan. Dalam pertemuan atau diskusi dengan para buruh, kerap muncul keluhan tentang luka kerja, cuti, keselamatan kerja, hingga ketenagakerjaan yang tidak mendapatkan perhatian layak.
“Hari ini buruh di Sulteng selalu berjalan sendirian dalam menuntut hak-haknya. Kita, sebagai mahasiswa, harus menjadi garda terdepan dengan memberdayakan kampus sebagai ruang lahirnya ide dan gagasan untuk disampaikan kepada perusahaan,” tambah Asrar
Ia juga mengutip ungkapan buruh yang menyatakan bahwa mereka merasa “dijajah” dalam sistem kerja saat ini, dan menurutnya hal itu menuntut mahasiswa untuk semakin peka.
Jawaban tersebut langsung disambung oleh calon wakil ketua dari pasangan yang sama, dengan penyampaian yang lugas dan intonasi yang mantap. Ia menambahkan bahwa perjuangan membela buruh tidak selalu harus turun ke jalan, tetapi juga bisa ditempuh melalui pendekatan kebijakan dan mitigasi.
“Selain kita turun aksi untuk menyuarakan hak-hak buruh, kita juga bisa melakukannya melalui jalur mitigasi, misalnya dengan melihat ketidakpastian dalam UU Ketenagakerjaan,” jelasnya.
Ia menekankan pentingnya jaminan hak dan kewajiban buruh agar perusahaan tidak semena-mena dalam menerapkan aturan kerja.
“Karena saya pikir sampai hari ini, perusahaan tetap merujuk pada UU Ketenagakerjaan. Maka di situlah kita bisa dorong agar hak-hak buruh benar-benar terlindungi.” jelas Gunawan
Selanjutnya giliran calon ketua dari pasangan nomor urut dua, meski menyampaikan jawaban dengan intonasi santai, tak kalah yakin dengan paslon lainnya. Ia mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi buruh yang belum banyak berubah, meski berbagai ide dan gagasan telah banyak didiskusikan.
“Saya kira teman-teman di ruangan ini menyadari bahwa ada banyak gagasan ataupun ide-ide yang sering kita utarakan, yang sering kita paparkan kepada teman-teman buruh dan sering kita diskusikan, tetapi masih saja tetap dari tahun ke tahun, kondisi buruh tahun ini masih tetap sama,” ujar Jen
Ia menekankan bahwa meskipun banyak yang sudah berbicara mengenai keadilan, hak-hak buruh tetap diabaikan oleh pengusaha, sehingga hanya berbicara ide tanpa ada aksi nyata menjadi sia-sia.
“Kondisi yang terjadi dari tahun ke tahun para buruh tidak memiliki hak yang seharusnya mereka dapatkan. Jadi, sudah cukup kita hanya berbicara tentang ide dan gagasan, mari kita lebih utamakan pergerakan nyata, baik dalam bentuk aksi maupun media. Kita harus menjadi penopang untuk membantu teman-teman buruh ini,” jelasnya dengan tegas.
Melanjutkan pernyataan calon ketua, calon wakil ketua paslon dua menambahkan bahwa mahasiswa harus menjadi motor pergerakan yang menyelesaikan masalah-masalah daerah secara konkret.
“Tentunya berbicara hari buruh, kita sebagai mahasiswa adalah motor untuk bagaimana menyelesaikan suatu permasalahan di tingkat daerah itu sendiri. Jenius hadir untuk mengupayakan agar isu-isu daerah bisa kita selesaikan bersama,” tambahnya.
“Tentunya ada beberapa teknis yang bisa kita lakukan, salah satunya adalah dengan mengembangkan media dan memperluas penyebaran informasi secara masif,” imbuh Yayan.
Calon ketua dari pasangan nomor urut tiga menjawab dengan intonasi santai, namun penuh makna dan pemikiran mendalam mengenai posisi mahasiswa dalam memperjuangkan hak-hak buruh.
“Kebetulan hari ini adalah Hari Buruh, maka sudah sepatutnya kita sebagai agent of change memikirkan masa depan kita, masa depan orangtua kita, masa depan generasi kita, yang dimana kita adalah generasi akademis, generasi yang akan membawa perubahan ke depannya,” ujar Atharik
Ia menyoroti potensi sumber daya alam yang melimpah di Sulawesi Tengah, yang seharusnya memberikan dampak positif bagi negara, namun justru lebih menguntungkan perusahaan daripada buruh lokal.
“Permasalahan yang sering terjadi di Sulawesi Tengah ini, kita ketahui ladang sumber daya alam yang sangat potensial untuk menopang negara kita. Tapi apakah ketika sumber daya kita selalu digaruk, itu berdampak pada Indonesia, tetapi tidak berdampak pada Sulawesi Tengah?” tanyanya retoris.
Ia menambahkan, aksi mahasiswa selama ini sering kali hanya berbicara tanpa solusi konkret.
“Apa yang harus kita buat? Apa kita selalu aksi? Apa kita selalu aksi dan melempar suara di kantor DPR? Kita sebagai mahasiswa harus menghadirkan solusi, bukan hanya soal aksi,” jelasnya dengan tegas.
Ia mengingatkan bahwa buruh yang bekerja keras seringkali tidak mendapatkan apa yang seharusnya menjadi hak mereka, sementara perusahaan terus berkembang.
“Kita lihat bahwa buruh tertindas, tapi perusahaan yang semakin maju. Buruh yang bekerja, tapi yang mendapatkan keuntungan adalah perusahaan-perusahaan besar, bukan buruhnya,” ujarnya dengan penekanan.
“Sebagai mahasiswa, kita harus memberikan solusi, bukan hanya aksi yang tanpa solusi. Itu yang seharusnya kita bawa sebagai generasi yang ingin membawa perubahan,” tambahnya.
Calon wakil ketua paslon tiga melanjutkan dengan menyampaikan pengalaman pribadi yang memperkuat komitmennya terhadap perjuangan buruh. Ia mengungkapkan bahwa latar belakang keluarganya turut mempengaruhi pandangannya.
“Saya berdiri di sini karena orang tua saya. Orang tua saya adalah buruh dan selalu menekankan bahwa kalau masalah kesenjangan buruh ini harus diselesaikan, maka kamu harus ada di sana,” ujar Hadris dengan penuh rasa hormat.
Ia menegaskan bahwa buruh hanya ingin dihargai dan diberikan hak-haknya. Menurutnya, salah satu alasan mengapa Hari Buruh menjadi hari nasional adalah karena kesenjangan ini belum terselesaikan.
“Buruh ini hanya minta dihargai dan diberi haknya. Orang tua saya adalah buruh, maka orang tua saya mengajarkan saya tentang idealisme,” tambahnya.
Ia juga mengingatkan bahwa kepentingan pribadi yang menghalangi perjuangan buruh harus disingkirkan.
“Kenapa Hari Buruh sampai sekarang masih menjadi hari nasional? Karena kesenjangan itu tidak pernah terselesaikan, dan solusinya adalah kepentingan pribadi menjadi halangan bagi buruh untuk sejahtera,” ujar calon wakil ketua tersebut.
“Itu yang teman-teman harus ketahui. Percuma teman-teman turun ke jalan tapi tidak tahu masalah yang ada di bawah,” imbuhnya dengan penekanan.
Pertanyaan kedua datang dari Presiden Mahasiswa 2024, Irvan, yang mengangkat isu kenaikan UKT dan dampaknya terhadap mahasiswa dengan transisi Universitas Tadulako menuju PTNBH (Perguruan Tinggi Negeri Berstandar Hukum). Irvan menjelaskan bahwa, berdasarkan temuan kajian, Universitas Tadulako mengalami kenaikan poin yang signifikan, mencapai 305 poin di awal 2025, yang berpotensi membawa dampak besar pada berbagai sektor, terutama terkait dengan UKT dan fasilitas kampus. Ia juga menekankan bahwa BEM memiliki peran yang sangat penting dalam menghadapi transisi ini, dan mempertanyakan langkah taktis yang akan diambil oleh calon presiden mahasiswa untuk memastikan bahwa kepentingan mahasiswa tetap terlindungi.
Ketua paslon nomor urut dua pun memberikan jawabannya dengan menyatakan bahwa mereka sudah menyadari pentingnya PTNBH namun tetap memiliki sikap kritis terhadap dampak negatif yang ditimbulkan.
“Berbicara persoalan PTNBH yang mungkin Pak Presma sendiri dan teman-teman BEM itu sudah sama-sama mengkaji persoalan itu dan teman-teman kelembagaan juga. Saya berpikir teman-teman kelembagaan pasti ada sikap positif ataupun respon positif terkait isu PTNBH ini ketika kita laukan di Untad,” ujar calon ketua dengan yakin.
“Ada sikap positifnya di dalam, akan tetapi yang teman-teman harus sadari yang pertama sisi negatifnya itu berdampak kepada kita, entah yang berlembaga ataupun yang tidak berlembaga. Kenapa? Sudah sempat diutarakan Pak Presma tadi terkait kenaikan UKT yang dari tahun kemarin di beberapa fakultas terjadi kenaikan UKT, padahal kita berbicara soal kenaikan UKT, tapi apa fasilitas yang kita dapatkan di dalam itu?” ujarnya menyoroti ketimpangan yang ada.
Calon ketua ini menjelaskan bahwa kenaikan UKT seharusnya harus diimbangi dengan fasilitas yang memadai, karena 10% dari UKT mahasiswa seharusnya mencakup dana kelembagaan dan fasilitas lainnya.
“Kalo kita mengutip dari uang kuliah tunggal, itu ada haknya kita 10%, teman-teman yang sudah termasuk di situ dana kelembagaan, termasuk di situ terkait fasilitas, ruangan dalam bentuk apapun itu. Itu sudah termasuk dalam uang UKT-nya kita 10%. Maka dari itu, ketika kita mengiyakan akan diadakan PTNBH di Untad, saya salah satu orang yang menolak isu itu,” tegas calon ketua tersebut.
“Karena kenapa? Banyak dampak negatif yang kita akan kena dan orang-orang yang ekonominya rendah di bawah rata-rata itu akan membebani mereka, jadi ayo sama-sama tolak isu PTNBH ini,” ajaknya dengan semangat.
Wakil ketua paslon dua menambahkan dengan penekanan yang lebih besar tentang sisi teknis PTNBH.
“Berbicara isu PTNBH, sebenarnya ada dua sisi positif dan negatifnya. Tentunya kita harus memikirkan juga, mempertimbangkan apa yang menjadi teknis, langkah cepat kita agar kemudian itu bisa kita atasi,” jelas wakil ketua dengan penuh pemikiran strategis.
Ia menekankan bahwa pihak Universitas Tadulako harus siap sebelum menyandang status PTNBH.
“Tentunya pihak Universitas Tadulako harus mampu sebelum menyandang PTNBH. PTNBH itu seperti korporasi, karena apa? Jangan sampai habis PTNBH diterapkan, tidak ada sama sekali korporasi yang dilakukan Universitas Tadulako. Makanya itu yang harus dipersiapkan oleh Untad itu sendiri,” tambahnya.
Ketua paslon nomor urut 3 menjawab dengan penuh pemikiran kritis, “Ini adalah pemanfaatan akreditasi kita, tapi pertanyaannya adalah, apakah Universitas Tadulako sudah berhak menjadi PTNBH? Kita pertanyakan dulu, yang pertama kita lihat dari fasilitas kampus, yang kedua, apakah UKT akan naik kedepannya? Yang ketiga, apa usaha mandiri dari Universitas Tadulako untuk menjadikan PTNBH?”
Calon ketua paslon 3 menekankan pentingnya melihat kesiapan Universitas Tadulako dari berbagai aspek sebelum setuju dengan status PTNBH.
“Kita harus lihat dulu hal-hal seperti itu sebelum kita mengiyakan bahwa Universitas Tadulako menjadi PTNBH. Nah, sikap yang perlu kita ambil dari hal seperti itu adalah, jangan sampai kita iyakan hal-hal birokrasi yang mereka anggap pantas untuk menjadikan Untad sebagai PTNBH. Itu akan menjerumuskan kita sebagai mahasiswa, apalagi adik-adik kita yang akan berkuliah kedepannya,” jelasnya dengan tegas.
Ia juga memaparkan bagaimana kondisi Sulawesi Tengah yang harus dipertimbangkan dalam proses ini.
“Kita lihat Sulawesi Tengah kita depannya seperti apa? Sumber daya alam kita seperti apa? Tapi pendapatan orangtua kita tidak memenuhi, tidak bisa membiayai kita, tidak bisa membiayai siswa-siswa yang ingin berkuliah. Apalagi kalo kita kampus Untad di Sulawesi Tengah mengadakan PTNBH,” lanjut calon ketua dengan penuh perhatian terhadap kesejahteraan mahasiswa.
Dia juga menyarankan agar kampus mengoptimalkan lahan yang ada untuk usaha mandiri demi mengurangi ketergantungan pada UKT.
“Kita melihat dari sisi itu, kita melihat fasilitas, kita melihat UKT, kita melihat usaha yang mandiri. Ketika kampus tidak berusaha mandiri, maka jangan sampai ada yang namanya PTNBH. Fasilitas masih rusak, banyak fasilitas yang masih rusak. Yang kampus perlu lakukan adalah bagaimana menciptakan usaha-usaha mandiri, banyak lahan yang ada di Universitas Tadulako tapi tidak dipergunakan. Kenapa tidak dibangun saja lahan-lahan? Dibangun Alfamidi, dibangun cafe, dibangun apapun yang menjadi usaha kedepannya biar pajaknya itu masuk di Universitas Tadulako, bukan UKT,” ujar calon ketua dengan semangat untuk mencari solusi alternatif.
“Jadi kalau melihat Universitas-universitas lain, itu banyak usaha-usaha mandiri yang mereka laksanakan, tapi kita mengandalkan yang namanya UKT, maka isu PTNBH itu wajib ditolak karena tidak sesuai dengan prosedur, tidak sesuai dengan apa harapan mahasiswa,” tutupnya menegaskan sikap tegas terhadap PTNBH.
Wakil paslon 3 menambahkan dengan jawaban singkat namun jelas, “Yang ingin saya katakan adalah, jika belum layak, maka tidak.”
Ketua paslon nomor urut 1 membuka jawabannya dengan menekankan pentingnya menilai kelayakan PTNBH.
“Persoalan PTNBH ini perlu kita pertanyakan, layak atau tidak? Kita akan mendukung PTNBH karena akan banyak stakeholder yang diuntungkan, namun ada beberapa catatan yang harus dipenuhi, salah satunya persoalan transparansi anggaran, fasilitas yang memadai, dan beasiswa yang diperbanyak.”
Ia menyatakan bahwa mereka akan mendukung PTNBH hanya jika beberapa aspek penting diperhatikan dan dipenuhi.
“Apabila beberapa aspek yang saya tawarkan ini tidak diindahkan, maka kami akan jadi orang pertama yang menolak PTNBH,” ujarnya dengan tegas.
Menyadari tantangan sosial yang ada, ia juga menyoroti masalah kemiskinan yang masih terjadi di Sulawesi Tengah.
“Ini perlu saya sampaikan melihat fenomena sosial yang terjadi hari ini, tingkat kemiskinan di Sulawesi Tengah ini masih cukup banyak. Makanya untuk mengkaji isu PTNBH, kami ada program namanya Pekan Tadulako. Pekan Tadulako ini akan kami adakan untuk mengundang seluruh lembaga-lembaga yang ada di Sulteng untuk bagaimana kita merancang gagasan-gagasan apa yang perlu kita tuangkan di forum itu dan kita akan melakukan aksi yang besar-besaran di kota Palu ini,” tambah calon ketua paslon 1.
Wakil paslon 1 memberikan tambahan pendapat mengenai PTNBH, dengan sikap hati-hati dan seimbang.
“Saya pikir untuk berbicara transformasi PTNBU ke PTNBH, ini isunya dari 2024 tidak menolak. PTNBH ini tidak salah, tapi butuh kehati-hatian disitu untuk menyandang gelar PTNBH,” ujarnya.
Wakil tersebut juga mengingatkan pentingnya keterlibatan mahasiswa dalam proses kebijakan yang akan dikeluarkan universitas.
“Karena kalau kita berbicara PTNBH, ini boleh, yang penting jangan melenceng dari amanat konstitusi terkait pendidikan dan sosial. Nah, kita minta juga nanti keputusan kebijakan yang akan dikeluarkan oleh universitas, kita mahasiswa juga dilibatkan, dan koordinasinya terkait yang disampaikan saudara Asrar tadi terkait Pekan Tadulako yang dimana kita melibatkan seluruh mahasiswa yang ada untuk mengkaji isu-isu strategis yang ada di dalam dan luar kampus, sehingga hasil berikut kita bawa ke birokrasi untuk diperjuangkan sama-sama,” tambahnya dengan penuh harapan untuk kolaborasi dan inklusivitas.
Nantikan kelanjutan informasi mengenai sesi pertanyaan ketiga yang datang dari Mahasiswa PSDKU dan Tojo Una-una di postingan SiloLangi selanjutnya. Pastikan untuk mengikuti seluruh rangkaian debat ini, karena setiap jawaban dapat menjadi pertimbangan penting untuk memilih pemimpin yang tepat bagi masa depan mahasiswa dan Universitas Tadulako.
Penulis: Rika/SL

No comments: